Cari Blog Ini

Selasa, 04 Desember 2012

Profesi dan Pengabdian Guru


Profesi dan Pengabdian Guru

Oleh Sumasno Hadi, S.Pd.,M.Phil. (Staf Pengajar Prodi Sendratasik FKIP Unlam Banjarmasin)

Di tengah gaya hidup hedonisme dan konsumerisme yang merasuki masyarakat saat ini, pengabdian sang guru yang didasari semangat pengabdian memanusiakan manusia merupakan fondasi pendidikan kita. 
NAMUN dalam perkembangan zaman, semakin lama sangatlah sulit untuk menemukan pribadi-pribadi yang bersedia mengamalkan baktinya untuk menjadi guru tanpa dibarengi adanya tuntutan materi.


Bagaimana pun, materi juga tak dapat dinafikan untuk menopang kebutuhan hidup guru. Tidaklah berlebihan jika pengabdian guru yang tanpa ambisi memperoleh kedudukan serta materi, kepadanya layaklah disebut pahlawan tanpa tanda jasa.
Keadaan telah berubah, karena perubahan adalah sebuah keniscayaan. Pasca runtuhnya kekuasaan Orde Baru, terlihat gejala peningkatan minat masyarakat untuk menjajal peluang dunia kerja menjadi tenaga pendidik, berprofesi sebagai seorang guru.
Hal tersebut berbeda keadaannya, jika kita menengok pada kurun waktu 10–20 tahun ke belakang. Di mana, citra guru masih memiliki kesan sebagai satu profesi yang luhur, meski tetap marginal.
Keluhuran dedikasi itu teralamatkan pada gaji guru yang sangat tidak sesuai dengan kebutuhan hidupnya. Kemarginalan itu berada pada popularitas guru sebagai profesi yang berada di bawah profesi mentereng lainnya, misalnya dokter.
Maka tak heran jika ada seorang guru SD sepulang mengajar kemudian bekerja sambilan, ngojek. Penyanyi Iwan Fals pun pernah menggambarkannya pada lagu Oemar Bakri, ’’40 tahun mengabdi, memang makan ati!’’
Gambaran seperti itu, di masa kini hampir dapat dikatakan tidak ada lagi. Profesi guru sudah lepas dari kesan kemarginalannya. Setiap tahun, deretan panjang pendaftar penerimaan CPNS guru semakin memanjang. Hal ini adalah fenomena yang baik.
Bahwa kondisi tenaga pengajar di berbagai daerah memang belum mencukupi rasio kuota ideal. Maka meningkatnya minat para sarjana pada profesi guru memiliki harapan baru dalam mengisi kekosongan tenaga pengajar di daerah.
Fenomena peningkatan minat profesi tenaga pendidik atau guru –di lain hal sebagai pemenuhan kebutuhan jumlah guru– perlu dicermati dalam hal: minat, motivasi, serta tujuan para calon pendidik generasi muda bangsa itu. Adalah lebih bijaksana jika profesi guru tidak dijadikan sebagai profesi untuk menumpuk materi an sich. Dan sepertinya perlu dibedakan, dipetakan, dan dipilah-pilah antara profesi guru sebagai bentuk profesionalisme kerja dengan profesi  guru sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat.
Kontekstualisasi dalam pembedaan itu memang sangat disadari bukanlah satu pekerjaan yang gampang. Akan tetapi usaha-usaha itu diperlukan untuk menghindari keterjebakan psikis profesionalisme kerja pada capaian hasil-materi semata. Karena sering dijumpai di lapangan, beberapa guru mengajar di sekolah hanya sebagai rutinitas administratif kerja semata.
Misalnya, seorang guru masuk dalam kelas kemudian memberikan materi pembelajaran seadanya, tanpa persiapan dan konsep layaknya silabus, RPP. Bahkan, miris jika seorang guru malah mangkir dari tugasnya lantaran harus memilih kerja sampingan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
Memahami betapa pentingnya peran guru sebagai pilar membangun moral generasi muda bangsa, maka pribadi unggul pada idealisme guru dalam arti kemurnian pengabdian untuk mendidik adalah yang utama.
Pemerintah yang dalam hal ini adalah sebagai penyelenggara pendidikan nasional, perlu lebih memperhatikan proses perekrutan tenaga guru tersebut dengan proses yang ketat dan juga transparan, misalnya menekankan aspek moralitas pada kompetensi karakter kepribadian.
Untuk menghadapi penerimaan CPNS guru di tahun ini dan mendatang, pihak penyeleksi diharapkan mampu menjaring pribadi unggul calon guru yang dimaksud. Bukan hanya menerima deretan gelar dan kuantitas nilai ijazah saja, tanpa kualitas moral. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

slide faris